May 20, 2007

6 Gagasan Presiden: Jauh Panggang dari Api?


PADA hari Jumat, 19 Januari 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan penghargaan kepada para peraih medali di ajang Asian Games 2006. Pada kesempatan itu pula Presiden SBY menyatakan beberapa gagasan untuk memajukan dunia olahraga Indonesia.
Enam gagasan Presiden tersebut adalah (Kompas, 21 Januari 2007, hlm 8) pertama semua pihak diminta peduli terhadap olahraga, kedua Pemerintah akan meningkatkan dana APBN untuk olahraga (tahun 2007 hanya Rp 450 Miliar), ketiga akan didirikan lembaga pendanaan olahraga (sport fund) dalam bentuk kerjasama dengan swasta (public private partnership), keempat pembangunan prasarana pusat olahraga di Sentul, Jawa Barat, seluas 32 hektar, kelima pengembang agar memikirkan penyediaan fasilitas olahraga dalam kawasan permukiman yang dibangun, keenam proses pelatihan dan pembinaan dilakukan dengan baik.
Pertanyaannya, apakah keenam gagasan tersebut menjadi solusi untuk menjadikan olahraga Indonesia mampu berbicara kembali di tingkat dunia? Tulisan ini berusaha menjawab hal tersebut.
***
APABILA kita mengambil hasil Asian Games 2006 sebagai tolok ukur, tentunya keberhasilan atau kesuksesan menjadi relatif –tergantung dari tahun basisnya. Apabila kita mengambil basis tahun 1986 (20 tahun yang lampau), hasil AG 2006 dapat dibilang menggembirakan –karena pada tahun 1986 di Korea kita hanya mendapatkan 1 (satu) keping emas.

Tapi apabila dibandingkan 4 dan 8 tahun sebelumnya (baik di AG Jepang maupun AG Muangthai) kita merosot dari jumlah medali emas. Serta yang lebih menyesakkan adalah dibandingkan Negara sesama Asia Tenggara lainnya, peringkat Indonesia jauh dibawah Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Vietnam. Sejak keikutsertaan Indonesia di even AG, baru di tahun 2006 itulah peringkat kita di bawah kelima Negara Asean tersebut.
Sedangkan di ajang South East Asia Games (SEA Games, SG) di Filipina tahun 2005, Indonesia menempati peringkat yang paling rendah dibanding SG sebelumnya. Tepatnya di peringkat keempat sesudah Filipina, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Lalu bagaimana menyikapi hal ini, agar di even SG juga AG kita bisa lebih baik. Kembali ke pertanyaan semula, apakah dengan enam gagasan Presiden prestasi olahraga Indonesia jadi maju kembali. Mari kita bahas satu persatu.
Pertama mengajak kepedulian semua pihak terhadap olahraga. Ajakan Presiden ini tentunya harus diturunkan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga menjadi kegiatan yang lebih riil –bekerjasama dengan instansi lainnya. Seperti instruksi kepada Daerah (Gubernur, Walikota) agar mempertahankan fasilitas olahraga publik, tentunya dalam hal ini Menpora bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri. Kemudian mengenai kerjasama dengan BUMN, Menpora perlu mempelajari pendanaan melalui corporate social responsbility (CSR) dalam bentuk program kemitraan dan bina lingkungan –bekerjasama dengan Kementerian BUMN. Selain dengan Meneg BUMN, Menpora perlu merekomendasikan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan keringanan berupa tax holiday kepada BUMN yang mau memberikan pendanaan olahraga.
Kedua, Pemerintah akan meningkatkan dana APBN untuk olahraga. Satuhal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah bahwa peningkatan dana APBN ini sebaiknya tidak hanya terpusat di Kementerian Olahraga saja. Beberapa instansi terkait perlu untuk mainstreaming kepada bidang keolahragaan. Seperti misalnya di Bappenas perlu diperhatikan bagaimana pembangunan bidang pemuda dan olahraga terkait dengan penanggulangan kemiskinan, kemudian di Departemen Pendidikan Nasional –yang memiliki dinas di daerah- untuk mengarahkan kepada pengembangan pendidikan (pemassalan) olahraga di sekolah-sekolah. Demikian pula dengan Departemen Pekerjaan Umum yang memiliki tupoksi untuk sarana-prasarana infrastruktur perumahan. Hal ini berkaitan dengan gagasan Presiden yang nomor 5 (lima) agar Pengembang juga memikirkan penyediaan fasilitas olahraga dalam kawasan permukiman yang dibangun. Penyediaan rumah atlet sangat berkaitan dengan kinerja Departemen PU.
Ketiga, akan didirikan lembaga pendanaan olahraga (sport fund) dalam bentuk kerjasama dengan swasta. Hal ini tentunya merupakan terobosan yang baik –pasca diharamkannya SDSB di era orde baru. Untuk tahap awal, sebenarnya Pemerintah cukup mengoptimalkan BUMN saja –yang notabene state owner enterprise- dalam menggalang pendanaan. Mungkin pada periode selanjutnya, setelah olahraga Indonesia dipandang dapat ’dijual’ maka swasta akan datang dengan sendirinya. Swasta dalam hal ini adalah sektor bisnis non-BUMN.
Kemudian pembangunan prasarana pusat olahraga di Sentul, Jawa Barat, seluas 32 hektar. Sebenarnya pemusatan sarana olahraga yang lagi-lagi di Jabotabek perlu dihindari. Kita perlu mencontoh Korea yang mengembangkan Busan, Thailand yang mengembangkan Chiang Mai, dan Jepang dengan Hiroshima, mereka semua tidak terpusat di ibukota negara lagi. Dahulu rejim Orde Baru mempunyai rencana mengembangkan Solo (Jawa Tengah) dan sekitarnya sebagai pusat olahraga. Terlepas dari pemilihan kota Solo karena kedekatan dengan keluarga Cendana, tetapi fasilitas Stadion Manahan Solo yang apik pada saat ini perlu dikembangkan lebih lanjut.
Keenam proses pelatihan dan pembinaan dilakukan dengan baik, dalam hal ini yang luput dari perhatian Pemerintah adalah perlunya desentralisasi olahraga. Pengurus Daerah yang memiliki sarana fasilitas olahraga perlu dikembangkan. Seperti misalnya Djarum Kudus yang memiliki klub dan gedung bulutangkis terbaik di tanah air, untuk itu PBSI perlu membuat agar sistem pelatnas tidak hanya terpusat di Cipayung saja. Demikian pula Papua yang merupakan ’tambang’ bagi atlet cabang atletik, atau –dulu- Maluku sebagai penyumbang olahragawan tinju, Pemerintah perlu mempertimbangkan desentralisasi pelatnas agar potensi daerah tidak hilang begitu saja karena tersedot ke Pelatnas Jakarta.
***
OLAHRAGA sangat terkait dengan tingkat kesejahteraan. Masih kita ingat bagaimana sepakbola Indonesia mampu bersaing di tingkat Asia pada era 70-80an. Tetapi ternyata Korea dan Jepang mampu menyalip PSSI di era 90-an, salahsatunya karena fisik pemain mereka sudah setara dengan pemain-pemain Eropa. Sementara kita? Tinggi badan pemain sepakbola Indonesia masih banyak yang dibawah 170 cm.
Maka kebijakan keolahragaan tidak bisa dipisahkan dengan sektor lain seperti kesehatan, pendidikan, bahkan penanggulangan kemiskinan. Sekali lagi, olahraga akan semakin maju apabila kesejahteraan rakyat meningkat. Bagaimana orang mau membahas ’memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat’ atau bahkan mencintai olahraga sejak dini sementara mereka masih dibelit kelaparan dan pengangguran. Maka dari itulah mungkin perlu satu generasi agar Indonesia dapat berbicara lagi pada level Asia –bahkan dunia.
Persoalan olahraga Indonesia apabila dianalogikan dengan 3M (man, material, money) hanya bermasalah di ’man’ atau pengurus saja. Kita memiliki materi pemain yang banyak diantara 220 juta penduduk, kemudian ’money’ sebenarnya kita juga memiliki potensi keuangan yang banyak untuk dioptimalkan (gagasan Presiden untuk sport fund perlu disambut gembira). Menjadi masalah utama adalah orang-orang yang mengurus olahraga bukanlah seseorang yang telah lama berkecimpung mengurusi olahraga, namun orang-orang yang terlahir sebagai birokrat dan kemudian mencari kehidupan dunia olahraga.
Enam gagasan Presiden memang perlu disambut gembira, walaupun ide-ide tersebut lebih cenderung ke timeframe jangka panjang. Bukannya mau mengatakan ’jauh panggang dari api’ tetapi insan olahraga juga bisa bersikap pragmatis: bagaimana prestasi pada jangka pendek, bulan depan, tahun depan. Kita membutuhkan optimalisasi atlet yang ada sekarang ini agar mampu berbicara di level jangka pendek –yang terdekat adalah SG 2007 nanti. Mungkin untuk menjadi runner-up di bawah Thailand perlu kita lupakan. Hasil dari AG di Doha kemarin dapat menjadi gambaran, kita sangat terseok-seok di ajang olahraga yang sebenarnya menghasilkan banyak medali seperti atletik, renang, dan menembak. Di Indonesia popularitas olahraga basis tersebut sangat kalah dibandingkan dengan games –seperti bulutangkis dan sepakbola.Mungkin target Pemeritah cukup ke Olimpiade Beijing 2008, dengan mempertahankan tradisi emas, bahkan kalau bisa mengulang Olimpiade Barcelona 1992 dengan 2 (dua) emas, atau lebih. Jayalah olahraga Indonesia
Tulisan di atas adalah dalam versi aslinya, telah diedit oleh Redaksi Top Skor dan diberi judul "6 Gagasan Presiden SBY" lalu dimuat pada harian OR tersebut hari Kamis tanggal 26 Januari 2007

No comments: