Jul 2, 2007

Maluku incident and another disintegration accident


The peak event of the National Family Day program which was attended by President Yudhoyono last Friday (June 29) morning was disturbed by a group of irresponsible persons who performed an unscheduled "Cakalele" dance. They claimed they’re from RMS (abbreviations from “Republik Maluku Selatan” the banned South Maluku Republic). Some people said they just had more courages and did not hesitate to create chaos. An incident in Maluku occurring when President Susilo Bambang Yudhoyono visited Ambon (Maluku`s provincia capital) last week showed that a separatist group still posed a serious threat on the unitary state of Indonesia, a legislator in The Jakarta Post (July 1) has said. Many hope the incident could be made an evaluation on our security system and the intelligence body`s performance. Such an incident should not recur and thus relevant authorities must conduct tighter security control in every state activity. Questions still to be continued why such an incident could happen. A researcher said that the security system for every state activity must be evaluated. Effendy Choirie from the Partai Kebangkitan Bangsa (National Awakening Party) called for the improvement of the intelligence body`s performance as such a separatist act had been committed bluntly. He said that the intelligence body might have detected it but measures on the disturbers must be taken by relevant authorities like the police and military. Many legislators said that Maluku incident proves separatists still pose threat, is it true?


Di tulisan ini aku ingin menghubungkan antara pembangunan, nasionalisme, dan Insiden Maluku (kemarin sewaktu acara Hari Keluarga Nasional). Beberapa hari sebelumnya, ada rapat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil –selanjutnya disebut KAT- di 9 Provinsi yang berlangsung di Hotel Sri Varita, Senen, Jakarta. Ada kisah-kisah menarik bahwa yang diceritakan para wakil daerah tersebut. Misalnya yang terjadi di Kalbar –dan juga Kaltim- adalah masyarakat setempat malah memilih untuk jadi warganegara Malaysia dengan memindah batas-batas wilayah sendiri. Hal itu dipermudah dengan adanya jalan masuk ke Serawak sepanjang 904 Km yang mudah ditempuh dengan darat selama 3 jam saja. Kesenjangan yang terjadi di perbatasan kedua negara terutama adalah di bidang pendidikan dan kesehatan. Apalagi diperparah dengan antar masyarakat yang mudah untuk saling berinteraksi. Mereka merasa bahwa, ”Kami tidak tersentuh pembangunan sama sekali”. Masih ada 9000 lebih KAT di Kalbar yang belum tersentuh.
Kejadian yang lain berlangsung di Kabupaten Belau, NTT, yang sekarang ini terdapat puluhan ribu pengungsi terlantar. Mereka menghadapi kenyataan bahwa di Timor Leste susah mencari pekerjaan, tetapi di Indonesia fasilitas publik –terutama listrik- sangat buruk. Di Indonesia mereka bisa kenyang, tetapi di Timor Leste kalau malam mereka bisa merasakan listrik terang. Analoginya ”siang di Indonesia, malam enak di Timor Leste”. Kemudian wakil Sulawesi Utara menyatakan bahwa Bupati Talaud pernah bercerita tentang orang-orang di Pulau Mianggas orang lebih senang ke Filipina (Philippines). Pernah kejadian ketika ada warga digebuki Polisi maka masyarakat mengibarkan bendera Filipina. Apalagi kalau mereka menjual produk (pertanian) ke Filipina bisa dihargai 5x lebih tinggi. Bayangpun coba. Sedangkan Kepulauan Riau bisa dikatakan sebagai wilayah yang paling banyak berbatasan dengan negara lain. Kepulauan ini 98% adalah laut berbatasan dengan 4 negara yaitu Vietnam, Kamboja (Cambodia), Malaysia, dan Singapura (Singapore). Di Kepri ada 6 kabupaten kota dengan 2408 pulau, separuh penduduk tinggal di pulau Batam.

So pendekatan ala nasionalisme mungkin tidak relevan lagi sekarang, masyarakat di perbatasan negara akan bersikap pragmatis, mana sekiranya wilayah yang menguntungkan dirinya. So kejadian di Maluku, lalu kalau dihubungkan dengan Miangas dan Belau, merupakan cerminan bagaimana kesenjangan pembangunan masih drastis terjadi. Kalau di Pulau Jawa membicarakan disintegrasi akan sangat naif, karena di Jawa adalah pusat pertumbuhan Indonesia, so orang sangat menikmati hasil-hasil pembangunan di sini. Tapi bagaimana misalnya kita ambil Aceh yang jaraknya 3000 kilometer dari Jakarta tetapi hanya 700 kilometer ke Langkawi.
Ternyata pembangunan selama ini tidak menyentuh mereka yang beradius ribuan kilometer dari Jakarta. Dan apesnya mereka hanya berpuluh kilometer saja dari negara tetangga. Butuh uang yang besar untuk membangun seluruh Indonesia.

Kalau DR Damardjati Supadjar tahun 1994 dulu pernah mengatakan bahwa ibukota RI perlu dipindah ke Yogyakarta dengan alasan moral dan budaya –mungkin kita memang patut untuk mempertimbangkannya. Jakarta sudah sumpek. Tapi sepertinya ...Jawa juga. So mungkin kita perlu pindah ke Lampung sebagai ibukota baru. Dengan demikian Sumatera menjadi pusat pertumbuhan.
Money can do everything in this country thus our development. Aku kutip berita hari Rabu 27 June 2007 bahwa: Vice President Jusuf Kalla said Wednesday that Indonesia would need at least Rp 1,000 trillion (about US$111 billion) in new investment in order to achieve higher economic growth, which was essential to significantly reducing the country's currently high poverty and unemployment rates. Kalla told that the money, of course, should come from three sources, the government, the private sector and foreign investment. Kalla said that the current growth rate was not sufficient to alleviate poverty and unemployment. In order to create significant numbers of new jobs, growth would need to be at least 7 percent. "For this, we will need Rp 1,000 trillion in investment," he said. According to government estimates, every one percent growth in GDP creates 250,000 new jobs
Kita butuh modal besar untuk membangun negeri ini. Banyak uang yang kita perlukan. Fenomena Maluku kemarin menginspirasi untuk mimpiku: kapan Ibukota RI pindah dari Jakarta?
Glossary: Komunitas Adat Terpencil (KAT) is similar with " community of indigenous people". Jakarta is the capital city of Indonesia.

Ada 9 (sembilan) provinsi di Indonesia yang memiliki KAT atau Komunitas Adat Terpencil yaitu di Kalbar, Kaltim, Riau, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara,Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua .
-Kang Aan-

No comments: