SANGAT provokatif ketika koran sore Sinar Harapan memakai
headline “Hakikat Sepak Bola itu Kemenangan” pada edisi Senin, 18 Maret 2013.
Namun seandainya provokatif, tendensius, dan berlebihan, minimal bisa menarik
kocek saya untuk membelinya. Statemen itu mengutip pernyataan kolumnis
sepakbola Indonesia, yang sudah almarhum, Kadir Yusuf.
Semula saya menolak mentah-mentah sinyalemen yang
“sederhana” itu. Kalau diteruskan, maka sebuah tim hanya mengejar kemenangan
semata, tanpa ada jiwa seninya. Maka berterimakasihlah kepada Maradona, Zidane,
Messi, dan barangkali Andik Virmansyah, merekalah yang memasukkan unsur
keindahan dalam gocekan bolanya.
Kalau “hakikat sepakbola adalah kemenangan” diteruskan, maka
bisa-bisa yang menggelora adalah asal menang. Sehingga bisa muncul negatif
footbal. Ibaratnya Chelsea yang menaruh bis di depan gawangnya –saat melawan
Barca di ajang Champion 2012 lalu. Yang penting menang, alias menghalalkan
segala cara. Tapi hati ini serasa hipokrit ketika menonton PSSI lawan Arab
Saudi hari Sabtu (23 Maret) lalu. Kok ndilalah,
bola yang dikuasai terus menerus oleh Arab, menit kelima jatuh ke Boas Salossa,
dan gol dengan dua sentuhan.
Indonesia unggul 1-0 pada menit kelima. Bayangan saya,
biarlah pertandingan dikuasai Arab, yang penting Indonesia menang. Tapi
ternyata, hukum alam –alias ciptaan Tuhan-berlaku. Mereka yang berusaha lebih
banyak, hasilnya lebih gedhe juga. Arab mendominasi, dan merekalah yang menang.
Seperti melihat pertandingan Italy lawan Belanda dulu tahun
2000 di Piala Eropa. Dominasi total football dalam pertandingan tersebut takluk
dengan grendel catenaccio Italia. Saya berharap demikian adanya pertandingan
PSSI kemarin. Tapi lagi-lagi apa daya. Keberuntungan berpihak kepada mereka
sang penguasa –maksudnya yang menguasai pertandingan.
Pelatih legendaris Indonesia asal Belanda, mister Wiel
Coerver (1924-2011), yang pernah melatih Indonesia tahun 1975-1976 pernah
mengatakan, inti sepakbola adalah memenangkan duel satu lawan satu. Pernyataan
Kadir Yusuf tadi bila dituliskan secara lengkap adalah: Inti dari sepak bola
adalah bagaimana mencetak gol lebih banyak ke gawang lawan –daripada tim lawan
mencetak gol ke gawang kita.
Seminggu sebelumnya, kepengurusan PSSI bisa “reuni” dengan
hanya satu bond di tanah air (Ahad, 17 Maret). Ini salah satu bentuk kemenangan
yang kompromis. Ketika La Nyalla Mattalitti (Ketua KPSI alias Komite Penyelamat
Sepakbola Indonesia) mau menjadi Wakil Ketum PSSI dibawah Djohar Arifin. Jadi
inti sepakbola adalah kompromi bukan.....
Selain itu, dan pasti, hakekat sepakbola adalah berbuat
baik. Ini yang tampaknya kurang dari pemain sepakbola. Semangat mencederai
lawan, semangat yang berlebihan dalam merayakan gol di hadapan lawan, itu bukan
semangat yang betul. Coba pelajari bagaimana
seorang Christian Ronaldo tidak mau merayakan golnya di depan publik
Manchester, karena mungkin takut melukai perasaan mantan klubnya. Atau
bagaimana CRonaldo tidak mau bertukar kaos dengan pemain Israel, karena takut
menyinggung tanah Palestina –tuan rumah sebenarnya- di atas stadion tersebut.
Sepakbola adalah refleksi kehidupan ini bro. Sabar dan
syukur salah “dua”nya. Sabar dalam menguasai pertandingan, dan syukur atas gol
yang diciptakan.
No comments:
Post a Comment